Dalam kesempatan kunjungan resmi ke Korea Selatan sebagai kepala staf
Angkatan Udara Republik Indonesia,salah satu acara formal adalah
mengunjungi lokasi strategis Angkatan Udara Korea di luar Kota Seoul.
Perjalanan ke tempat tersebut dilakukan menggunakan pesawat helikopter
yang berbasis di salah satu pangkalan udara yang berdampingan dengan US
Air Force Base, unit dari Angkatan Udara Amerika Serikat.
Selesai acara
resmi, rombongan kami saat itu tertunda lebih kurang satu jam dalam
jadwal perjalanan kembali ke Seoul karena cuaca yang berubah buruk.
Seorang kolonel menghadap saya menjelaskan bahwa perjalanan kembali ke
Seoul tidak dapat dilaksanakan menggunakan helikopter atau pesawat
rotary wing yang tadi.
Disebutkan alasannya adalah pesawat tersebut
tidak bisa terbang tinggi berhubung dengan perkembangan keadaan cuaca
yang memburuk. Markas Besar di Seoul memerintahkan untuk mengirim sebuah
pesawat fixed wing VIP menjemput saya dan rombongan.
Setelah pesawat siap, kami pun segera bergegas menuju tempat parkir
pesawat. Agak sedikit kaget karena ternyata pesawat fixed wing VIP yang
disiapkan tersebut ternyata dari jenis CN-235.
Selesai melaksanakan
penghormatan berjajar sesuai dengan prosedur pemberangkatan VIP,sang
Captain Pilot dengan tersenyum lebar mendekat ke saya dengan
mengutarakan penuh bangga bahwa saya akan diantar kembali ke Seoul
dengan pesawat fixed wing terbaik yang tersedia di Korea Selatan dan itu
adalah pesawat terbang “asli” buatan negara anda! Terharu dalam hati,
saya tersenyum sejenak dan mulai meneliti interior CN-235 yang sama
sekali belum pernah saya saksikan sebelumnya.
Tidak bisa saya
sembunyikan kekaguman terhadap disain interior CN-235 VIP Angkatan Udara
Korea Selatan ini.
Baru belakangan setelah itu, saya memperoleh
informasi bahwa disain dan perlengkapan VIP interior CN-235 tersebut
adalah produk dari pesanan khusus Pemerintah Korea Selatan kepada pihak
PTDI.
Terus terang, sangat mewah untuk ukuran Indonesia dan yang
istimewa adalah sangat bersih,termasuk lantainya. Yang lebih
mengharukan saya adalah melihat bagaimana para awak pesawat bertugas di
pesawat itu dengan penuh kebanggaan.
Kebanggaan dalam bertugas
menerbangkan VIP dengan pesawat khusus VIP buatan Bandung!
Di pertengahan masa jabatan saya lainnya, Panglima Tentara Udara
Diraja Malaysia (TUDM) berkunjung tidak resmi ke Surabaya dengan transit
semalam di Jakarta.
Saya datang menemuinya di salah satu hotel di
Jakarta Pusat. Ada rasa ingin tahu,apa gerangan yang menjadi acara
penting Panglima ke Surabaya. Ternyata,Panglima TUDM beserta satu set
kru lainnya hendak berlatih simulator CN-235 di Surabaya.
Saya
bertanya kepada Panglima, Jenderal Dato’ Suleiman, jam berapa tiba dan
menggunakan apa? Surprise sekali saya memperoleh jawaban ternyata
Panglima mengemudikan sendiri pesawat CN-235 TUDM VIP dengan menyertakan
dua co-pilot yang akan berlatih simulator di Surabaya.
Jenderal Dato’
Suleiman menceritakan kepada saya betapa dia sangat menikmati terbang
dengan CN-235. Saya tidak punya rating/ kemampuan menerbangkan CN-235
karena sebagian besar perjalanan terbang saya adalah menerbangkan C-130
Hercules.
Secara kebetulan, Jenderal Dato’ Suleiman juga mempunyai
rating pesawat Hercules. Dengan demikian saya dapat mendiskusikannya
agak lebih teknis apa yang dimaksudkan “nikmat” menerbangkan CN-235 dan
membandingkannya dengan Hercules.
Diskusi berakhir dengan pernyataan
Panglima TUDM yang sangat saya percaya jauh dari basa-basi bahwa secara
teknis, menerbangkan CN-235 tidaklah kalah menyenangkan dari
menerbangkan Hercules.
Dia menutup pembicaraan yang penuh persahabatan
itu dengan hal yang sangat mengharukan sekaligus membuat bangga saya
bahwa seluruh warga TUDM sangat bersenang hati memiliki dan
mengoperasikan pesawat CN-235 produksi dari bangsa serumpun!
Belakangan ini pada salah satu kesempatan, saya berjumpa Ex Penerbang
Garuda yang telah lama terbang di Korean Air. Dia khusus ingin
menceritakan tentang satu hal yang cukup “penting” untuk disampaikan
lansung kepada saya.
Dia bercerita, bahwa dalam perjalanan panjang
pengalamannya terbang sebagai Captain Pilot di Korea, beberapa kali
pernah terbang dengan Co-Pilot Korea yang berasal tadinya dari Pilot
Angkatan Udara Korea Selatan.
Kebetulan, sang Pilot berkebangsaan
Korea itu pernah menerbangkan pesawat Angkatan Udara Korea dari Jenis
CN-235 versi VVIP. Dia bercerita kepada sahabat saya betapa dia sangat
bangga dan merasa senang memiliki cukup banyak jam terbang di pesawat
CN-235 buatan Indonesia tersebut.
Bangga terhadap produk pesawat
terbang Indonesia, satu Negara sesama bangsa Asia. Yang “mengenaskan”
adalah, betapa sahabat saya itu secara jujur mengakui dalam hati bahwa
dirinya sendiri pun tidak atau belum mengetahui ada satu produk pesawat
terbang Indonesia yang “secanggih” itu untuk menjadi bahan obrolan
ringan di dalam kokpit sebuah pesawat “Jumbo-moderen” produk Negara maju
yang tengah mereka terbangkan berdua.
Dari tiga uraian ilustrasi tadi, kiranya telah lebih dari cukup untuk
mewakili refleksi dari beberapa negara lainnya di kawasan Asia Pasifik
yang juga menggunakan pesawat buatan anak bangsa CN-235.
Sekedar untuk
diketahui saja, CN-235 sudah sangat luas digunakan dibanyak negara di
muka bumi ini. Beberapa diantaranya adalah : Brunei, Kamboja, Chile,
Colombia, Ekuador, Perancis, Jordania, Malaysia, Mexiko, Pakistan, Papua
Nugini, Korea Selatan, Saudi Arabia, Thailand, Turki, Amerika Serikat
dan lainnya.
CN-235, sebenarnya telah berhasi dengan baik tampil
sebagai satu “produk unggulan” dari IPTN (saya lebih suka menggunakan
kata IPTN yang merefleksikan spirit kepahlawanan Nurtanio, dibanding
PTDI, yang bisa saja keliru dan mengingatkan kita kepada gerombolan
pemberontak dimasa lalu DI-TII).
Demikianlah seyogyanya, seperti banyak pabrik pesawat terbang
terkenal dan sukses di dunia yang memang hanya bisa maju melalui salah
satu produk unggulannya terlebih dahulu, baru kemudian ber-kreasi pada
produk-produk jenis pesawat lainnya.
Industri Strategis pasti
memerlukan “Political Will” dari Pemerintah untuk dapat bergulir dengan
“subsidi” yang tidak kecil dalam proses mengawali produk satu pesawat
terbang yang diunggulkan untuk dapat masuk ke “pasar”.
CN-235, sudah
dibuat dalam versi Sipil dan MIliter. Diawal kelahirannya, satu
skadron CN-235 masuk dalam jajaran Angkatan Udara, sementara diwaktu
yang relatif bersamaan, sejumlah CN-235 di-operasikan oleh PT Merpati
Nusantara Airllines, Maskapai Penerbangan Perintis dalam melayani
penerbangan di pelosok terpencil Nusantara ini.
Penggunaan di lapangan
dalam jumlah yang cukup banyak dan mencakup sektor perhubungan udara
sipil serta bidang operasional Angkatan Udara dari satu Negara Kepulauan
yang luas seperti Indonesia telah menjadikan CN-235 dilirik banyak
Negara untuk dikembangkan.
Thailand menggunakan pertamakali untuk
keperluan eksperimen hujan buatan, Malaysia dan Korea Selatan, konon
bahkan menggunakan CN-235 sebagai pesawat VIP Kepala Negara. Sementara
beberapa perusahaan avionic (aviation electronic) terkemuka di Eropa
mendorong pengembangan CN-235 sebagai Variant dari pesawat
“patroli-maritim” untuk Angkatan Udara.
Bila belakangan ini banyak pertanyaan tentang bagaimana nasib IPTN,
maka jawabannya adalah “fenomena” CN-235 patut untuk menjadi
pertimbangan serius dalam upaya untuk bisa bangkit kembali.
Sekali
lagi Political Will Pemerintah, beriringan dengan subsidi, lebih mudah
merangsang pengembangan satu produk unggulan untuk menembus
pasar. Produk yang banyak digunakan setelah berhasil masuk pasar akan
lebih mudah berkembang lagi sebagai hasil dari proses penyempurnaan
(research and development) dari kualitas satu jenis produksi.
Agak
terhenti lajunya “snow-ball” dari jalur produksi pesawat CN-235, yang
sebenarnya bisa berperan sebagai “produk-unggulan” IPTN, pasti sangat
disayangkan. Sayang , bila para pengguna dari CN-235 yang sudah begitu
luas di panggung Global akan berhadapan dengan kondisi “layaknya
seperti anak ayam yang kehilangan induknya”.
Ayo…. Maju lagi !
Sumber : Chappy hakim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar